Gua Maria Bunda Pemersatu, Paroki Jumapolo

Gua Maria Bunda Pemersatu, Paroki Jumapolo
Gua Maria Bunda Pemersatu, Paroki Jumapolo

Filosofi Gamelan

Neng….nung…..ning…..gung!
Neng, nung ning gung bukan sekedar bunyi bunyian yang keluar dari seperangkat  alat musik  yang  di tabuh, melainkan suatu harmoni yang timbul dari keberagaman alat yang bermacam macam, dan jika alat tersebut  dimainkan satu persatu  tidak menjadi seindah kalau dimainkan   bersama. Itulah  yang disebut  gamelan. Dan jika di otak atik secara filosofi bunyi bunyi tersebut mengandung arti yang mendalam
1.       Neng ….; Artinya  meneng ( diam) menghentikan segala  kegiatan fisik
2.       Nung…..;  merenung, introspeksi diri
3.       Ning……;  hening, pasrah  terhadap tuhan
4.       Gung…..; menuju keagungan  yang tak lain adalah Allah
Mungkin masih banyak filosofi yang baik yang dapat kita ambil. Tergantung dari pribadi orang yang menyikapi dan memandangnya.

Gereja  dan Gamelan…………….???
Gereja/ Paroki hakekatnya seperti seperangkat gamelan, coba bayangkan jika dalam satu perangkat gamelan itu satu atau dua alat saja yang mendominasi, apakah menjadi gending (lagu) yang indah? Tentu  tidak….! Maka diperluakan suatu kekompakan  dan kebersamaan  dalam memainkan gamelan  sehingga terjadi harmoni yang membangun sebuah Lagu (gending). Paroki Jumapolo yang nota bene wong jowo tulen sebenarnya dapat mengambil filosofi gamelan tersebut menjadi dasar dalam membangun  paguyuban umat beriman. Ekaristi  yang menjadi pusat dari  kehidupan iman telah tergambar  jelas dalam   Neng, nung, ning, gung. Ekaristi bukanlah milik pastor saja, melainkan milik bersama yang harus dihidupi bersama pula oleh segenap umat.
Oleh sebab itulah, wilayah St. Theresia Tengklik berencana membeli seperangkat gamelan. Selain, untuk mengangkat nilai kebudayaan masyarakat, tetapi supaya umat juga meresapi filosofi dari gamelan itu sendiri. Tentu nantinya gamelan tersebut tidak hanya milik dewan pengurus saja, namun milik seluruh umat. Dengan harapan gamelan tersebut dapat  menjadi warisan bagi anak-cucu kita ke depan, baik warisan secara fisik maupun warisan filosofi yang dapat tetap di pegang dan menjadi dasar untuk generasi-generasi selanjutnya.
Namun sayangnya, niat yang baik ini tidak didukung sepenuhnya oleh segenang umat. Banyak di antara umat yang masih “eman” memberikan sedikit penghasilannya untuk mendukung tercapainya niat baik ini. Menjadi suatu keprihatinan sendiri dalam kecenderungan yang ada di dalam masyarakat, jika orang tak segan mengeluarkan uang mereka untuk “jagong”, maka untuk paguyuban gereja orang akan merasa berat. Padahal itu tidak untuk kita sendiri melainkan untuk memperkokoh Gereja kita dan juga dapat sebagai warisan untuk genarasi selanjutnya.
Sebagaimana gamelan, hendaknya umat bersama-sama dan kompak untuk membangun Gereja dengan harmonis,seperti gending indah yang dihasilkan gamelan. Tidak didominasi oleh satu atau dua orang saja, melainkan seluruh umat harus ikut ambil bagian dalam paguyuban orang beriman ini. Semoga dengan gamelan tersebut umat dapat saling berinteraksi lewat budaya serta menjadikan Gereja kita lebih kokoh dan mandiri.
BORI1273.jpgMenyusur Desa, Ikut Yesus
PIA-PIR Paroki Jumapolo, Paroki Karanganyar, Paroki Palur, dan Paroki Sragen mengadakan Jalan Salib dan misa PIAR se-Rayon Timur di Gua Maria Bunda Pemersatu (Tengklik, paroki Jumapolo), 18 April 2010 lalu. Acara ini direspon antusias oleh anak-anak dan remaja di empat paroki tersebut. Terbukti, acara ini diikuti tak kurang dari 400 peserta.
Kegiatan dimulai pukul 09.00,namun ada juga peserta sudah datang satu jam sebelumnya. Mereka ingin berziarah ke Gua terlebih dahulu sebelum banyak orang yang datang, atau ada juga yang ingin sekedar menikmati pemandangan alam yang ada di sekitar Gua Maria. Karena banyaknya peserta, alur jalan salib terpaksa sedikit dirubah. Tidak berada di dalam kompleks Gua Maria lagi, melainkan melewati jalan kemudian masuk pemukiman penduduk di pedesaan. Peserta yang kebanyakan berasal perkotaan merasa senang melihat kehidupan desa sambil “ikut Yesus”. Ditambah lagi, di setiap perhentian masing-masing perwakilan paroki menyiapkan visualisasi singkat dan doa spontan khusus yang bertujuan untuk siswa kelas enam yang akan menghadapi ujian.
Setelah jalan salib usai, acara dilanjutkan dengan misa di pelataran Gua Maria Bunda Pemersatu. Misa Kudus dipimpin oleh Rm Y. Sunaryadi Pr, dari Paroki Karanganyar, dan diikuti seloruh peserta PIAR rayon timur dengan petugas liturgi dari Paroki Jumapolo. Dalam homilinya, Romo menyelingi dengan permainan dan tarian untuk mencuri perhatian anak-anak yang sudah kelihatan capek kerena berjalan cukup jauh saat jalan salib. Sehingga anak-anak tertarik dan ikut meresapi heningnya Ekaristi di Gua Maria yang di kelilingi rerimbunan pohon itu.
Usai misa acara dilanjutkan makan siang bersama di pelataran Goa Maria dengan tema pesta kebun. Hangatnya kebersamaan pun terasa nyata antara satu paroki dengan paroki yang lain. 

Dari Misi Menjadi Mandiri

Tahun ini , 25 Juni, Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS) tepat berusia 70 tahun sebagai Keuskupan Agung. Keterlibatan umat selama perjalanan sejarah KAS sangatlah penting. Namun masih banyak pula umat yang belum mengerti tentang sejarah perjalanan KAS. Tak kenal maka tak saying, demikian peribahasa berkata. Kiranya lintasan singkat sejarah KAS berikut semakin membuka umat KAS untuk semakin mencintai Gereja.
Perjalanan Keuskupan Agung Semarang tak bisa dipisahkan dari peristiwa tahun-tahun sebelumnya. Undang-undang kebebasan beragama yang diberikan oleh Raja Lodewijk Napoleon (7/08) tahun 1806 merupakan peristiwa berarti bagi Gereja Katolik. Kebijakan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan Gereja di Hindia Belanda (Nusantara).
Setahun kemudian menjadi lembaran baru dalam sejarah Gereja, yaitu ketika wilayah Hindia Belanda menjadi satu kesatuan dengan status Prefektur Apostolik Batavia (sebutan untuk keuskupan di daerah misi). Dua imam praja dari Belanda segera ke Jakarta sebagai miionaris pertama (4/04) di tahun 1808. Pastor Jacobus Nelissen menjadi pemimpin misi pertama yang meliputi seluruh Nusantara. Dan 31 imam praja lain pun mengikuti jejak Pastor Jacobus, termasuk Pastor CJH Franssen yang ditugaskan di Ambarawa.
Kekuatan misi di Nusantara juga mendapat dukungan dari serikat Yesus (SY). Dua imamnya diutus di tahun 1859. Selanjutnya menyusul  57 iman Jesuit, terlebih  ketika hanya dua imam praja yang bertahan.
Tahun 1842 Prefektur Apostolik Batavia ditingkatkan statusnya menjadi Vikariat ( sebutan keuskupan agung di daerah misi). Vikariat Apostolik Batavia meliputi 8 stasi: Batavia, Semarang, Ambarawa, Yogyakarta, Surabaya, Larantaka, Maumere dan Padang, di tahun 1866.
Baptisan Pribumi
Awal abad IX misi di Hindia Belanda mulai menampakkan buahnya. Seorang guru agama bersama empat kepala dusun dari pegunungan wilayah Kalibawang menemui Rm van Lith. Empat orang dibaptis pada 20 Mei 1904. Menyusul kemudian, 171 orang dibaptis oleh Rm van Lith pada Desember 1904 di Sendangsono. Peristiwa tersebut di luar dugaan Rm van Lith. Mgr Luypen menafsirkan bahwa peristiwa pembaptisan tersebut sebagai tanda yang jelas bahwa metode Rm van Lith menghasilkan buah.
Sementara itu pada 27 Mei 1899, Rm Hoevenaars SJ, teman seperjalanan Rm van Lith dari Eropa ditugaskan di Mendut. Ia langsung mengarahkan misinya pada rakyat kelas bawah. Ia berhasil juga. Enam puluh dua orang Jawa dibaptis. Pada akhir 1903 jumlah orang Katolik di stasi Mendut sekitar 300 orang.
Beberapa tahun setelah itu Rm Hovenaars ditugaskan di Surakarta. Metode Rm van Lith, ia terapkan dalam misi di Surakarta. Dan benar, di wilayah sekitar Surakarta dan Yogyakarta terbukti menjadi tanah subur bagi benih-benih firman Allah. Sampai sekarang meyoritas umat Katolik KAS ada di wilayah tersebut, meskipun keratin Surakarta dan Yogyakarta begitu berpengaruh dan nilai budaya tradisional telah berakar mendalam hati dan sikap hidup masyarakat.
Iman Katolik bukanlah ancaman bagi bertumbuhnya nilai-nilai budaya Jawa. Karena itulah, proses inkulturasi, yang dirintis oleh Rm van Lith, begitu mengutamakan bahasa Jawa. Bahasa tidaklah sekedar sarana komunikasi, tetapi juga kristalisasi jiwa masyarakat dalam memandang dunia dan manusia secara khas Jawa.
Di Muntilan, Rm van Lith adalah pastor pertama yang dapat berkomunikasi dengan masyarakat Jawa dan dalam bahasa Jawa. Ia menerjemahkan doa Bapa Kami dalam bahasa Jawa.
Peristiwa sangat penting di KAS adalah berdirinya Seminari Menengah. Ada tiga seminaris dari 6 generasi pertama (1911-1914) yang ditahbiskan menjadi imam pada 1926 dan 1928. Mereka ialah Rm FX Satiman SJ, A Djajasepoetra SJ dan Alb Soegijapranata SJ.
Karya misi di KAS memperoleh dukungan pula dari Tarekat Bruder FIC. Lima Bruder Belanda pertama datang di Yogyakarta, September 1920. Mereka langsung mengajar di HIS. Setelah itu para Bruder melebarkan sayap di Muntilan (1921), Surakarta (1926), Ambarawa (1928) dan Semarang (1934).
Perkembangan misi selanjutnya tak hanya seputar ‘altar’. Para awam pun terlibat aktif melalui organisasi massa dan politik. Rm Strater mendirikan Perhimpunan Wanita Katolik pada 9 September 1923. Begitu pula pada Agustus 1923 Partai Politik Katolik dideklarasikan. Ini menjadi bukti perkembangan Gereja dan keberanian orang-orang Katolik di Yogyakarta.
Menjadi Gereja Mandiri
Melihat kondisi geografis dan kultur yang berbeda antara Jawa Barat/Batavia dan Jawa Tengah, dan demi perkembangnya Gereja, maka berdasarkan Constituio Apostolica Vetus de Batavia tertanggal 25 juni 1940, Paus Pius XII mendirikan Vikariat Apostolik Semarang. Paus Pius XII menunjuk kan Rm Albertus Soegijapranata SJ menjadi Vikaris Aportolik. Ia menjadi uskup pribumi Indonesia pertama. Sebagai uskup I KAS, ia wafat pada 1963. Ia dimakamkan di makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang sebagai Tokoh Nasional.
Dalam perjalanan selanjutnya Gereja Katolik di Indonesia merasa sudah dewasa. Untuk itu perlu di perlakukan seperti Gereja Katolik di Negara lain yang iman Katoliknya sudah mengakar, bukan sebagai daerah misi lagi. Seiring dengan perkembangannya iman Katolik semakin mengakar di bumi pertiwi dan semakin dewasa. Karenanya, dalam siding di Girisonta, 6-16 Mei 1960, Wali Gereja Indonesia (KWI waktu itu) membahas Hirarki Gereja di Indonesia. Keputusannya ditandatangani oleh seluruh Waligereja Indonesia pada tanggal 12 Mei 1960 dikirim kpada Paus Yohanes XXIII di Roma. Mereka memohon agar secara resmi Sri Paus mendirikan Hirarki Gereja di Indonesia.
Melalui dekrit “Quod Christus” (3 Januari 1961) Sri Paus memandang bahwa Gereja Katolik Indonesia sudah dapat mandiri dan perlu mendirikan Hirarki Gereja di Indonesia. Dengan adanya hirarki, istilah Vikariat dan Prefektur Apostolik berubah menjadi Keuskupan Agung dan Keuskupan.
Mgr Justinus Darmojuwono Pr, Uskup kedua (1964-1981), diangkat menjadi Kardinal pertama di Indonesia (26 Juni 1967). Untuk mendukung supaya karya pastoral semakin berbuah, pada tahun 1967 Kardinal mendirikan 4 Vikariat Episkopalis (Vikep), yaitu Semarang, Kedu, Surakarta dan Yogyakarta. Bapak Kardinal wafat pada 3 Februari, dan dimakamkan di Makam Muntilan.
Mgr Julius Darmaatmadja SJ, uskup pribumi ke-3 KAS (1984-1996) mengembangkan karya pastoral berdasarkan Arah Dasar Keuskupan untuk periode lima tahunan (1984-1990; 1990-1995; 1996-2000). Ia pun diangkat menjadi Kardinal ke-2 di Indonesia. Setelah 12 tahun sebagai uskup KAS, Paus memindahtugaskan ke Jakarta sebagai Uskup Agung Jakarta.
Karya pastoral dengan mengumat Arah Dasar KAS dikembangkan pula oleh Mgr Ign Suharyo Pr (1997-2009) untuk periode 2001-2005. Terinspirasi Konsili Vatikan II, Mgr Suharyo mendorong Gereja Katolik untuk mewujudkan diri sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban yang hidup; tempat orang-orang beriman menghayati Gereja sebagai peristiwa iman.
Kini sejak baptisan pertama di Sendangsono hingga awal tahun 2010, umat Keuskupan Agung Semarang mencapai sekitar 400.000 jiwa dan tersebar di 93 paroki (data Sekretariat Keuskupan). (Sumber: majalah Salam Damai ed.03/Vol.02/06.10)

Pr, SY, MSF, Apa To Kuwi??

Pr, SY, MSF, seringkali kita dengar dan kita lihat di belakang nama-nama romo yang berkarya di Paroki kita yang tercinta ini. Namun, kebanyakan umat masih bingung sebetulnya itu semua singkatan dari apa to??? Banyak di antara kita yang hanya bersikap masa bodoh. Padahal singkatan-singkatan itu merupakan salah satu kekayaan Gereja Katolik. Begitu juga dengan singkatan-singkatan yang ada di belakang nama bruder dan suster.
Yang jelas singkatan itu bukanlah gelar sebagai rama, bruder, ataupun suster, sebagaimana ada gelar Raden dalam tradisi kraton. Singkatan itu adalah identitas diri sebagai anggota kongregasi atau ordo tertentu. Wah,apa meneh ki ana kongregasi karo ordo?
Dalam iman Gereja Katolik diyakini bahwa Allah secara khusus memanggil orang-orang yang dikasihi-Nya untuk hidup melulu bagi-Nya dan bagi Gereja-Nya ( umat Allah ). Sepanjang sejarah umat Allah, tiada henti Allah memanggil secara pribadi orang-orang tertentu ini: dari para nabi dalam perjanjian lama, para rasul, dan hingga saat ini.
Dalam sejarah Gereja ada banyak orang yang secara sadar mengabdikan diri kepada Allah melalui Gereja-Nya dalam aneka karya. Ada karya karitatif, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Dalam perkembangannya mereka membentuk satu kelompok tersendiri sesuai dengan karya masing-masing. Kelompok ini menjiwai setiap karya mereka dengan semangat hidup ( spiritualitas ) sesuai dengan spiritualitas pendiri kelompok. Kelompok ini umumnya kelompok kebiaraan. Kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut ordo atau kongregasi atau juga tarekat.
O gitu to? Dan di seluruh dunia ada puluhan ordo/ kongregasi/ tarekat imam dan bruder, dan ratusan kongregasi para suster. Kongregasi bruder yang berkarya di Keuskupan Agung Semarang (KAS) antara lain, Maria Tak Bernoda (MTB), CSA, Charitas, Budi Mulia (BM), FIC, ….dll.
Kongregasi para suster antara lain, Sang Timur (PIJ), AK, BKK, PI, OSF, OSU, OSA, OCSO, HK, CB, FCh, SND, PMY, RGS, dan masih banyak lagi. Memang jumlah kongregasi para suster begitu banyak. Karena begitu banyaknya anekdot, bahwa Allah itu Mahatahu namun ada yang tidak diketahui-Nya, yaitu jumlah kongregasi para suster, hehehe….
Untuk kongregasi para imam yang berkarya di KAS, meliputi SY, MSF, dan OMI. Loh Praja (Pr) kok ga disebut? Yang pasti imam Praja berkarya di KAS. Namun praja bukan kongregasi atau kelompok kebiaraan. Praja itu bukan imam biarawan. Praja itu imam diosesan, yaitu imam milik dioses atau keuskupan. Sehingga bila kita pernah mendengar: o…itu praja Semarang; artinya rama itu milik KAS. (Wis soal praja mengko tanya sendiri ke romo yach..)
Kok kongregasi di KAS cuma tiga? Di Jogjakarta kan banyak kongregasi imam? O iya benar. Itu karena di sana ada tempat pendidikan calon imam. Di sanalah calon imam dari beberapa kongregasi digodok. Ada OFM, CSsR, OAD, OCD, SS.CC, dll.
Ada banyak ya kongregasi suster, bruder, dan imam? Itu belum seberapa kalau dibandingkan dengan jumlah kongregasi secara keseluruhan di seluruh dunia. Jadi kita patut bersyukur atas kekayaan rohani Gereja Katolik. Juga tentunya bersyukur pula atas pendampingan Allah melalui orang yang Ia panggil secara khusus. Semoga di paroki kita yang tercinta ini setiap tahun ada para pemuda dan pemudi yang dengan rela menyerahkan hidupnya demi Allah da Gereja-Nya. c_n (Sumber: majalah Salam Damai ed.03/Vol.02/06.10)

Menjadi Diri Sendiri

Sumber Bahan Renungan:
Mat 25:14-30 (“Perumpamaan tentang Talenta”)

“Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat” (ay. 14-15)

Dari sabda Yesus tersebut, kita dapat melihat bahwa talenta adalah pemberian Tuhan, atau titipan Tuhan, yang dipercayakan kepada manusia. Dengan demikian manusia diberi kepercayaan mememiliki talenta dan ia harus memperlakukan talenta tersebut menurut kehendakNya. Ada yang diberi dalam jumlah besar, sedang dan kecil, ada yang diberi bakat menyanyi, bakat menulis, bakat bermain sepak bola, dan lain sebagainya, sesuai dengan kesanggupan manusia dalam mengembangkan anugerah talenta-talenta tersebut.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,

Anda, saya, kita semua dipercayakan Tuhan talenta dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan kesanggupan kita masing-masing. Setelah mempercayakan talenta-talenta tersebut kepada kita, Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk memperlakukan talenta itu. Kita diberi akal budi, pikiran dan kesanggupan untuk mengelola talenta tersebut.

Seperti hamba-hamba tuan dalam bacaan Injil Matius tadi, “Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lubang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya” (Ay. 16-18).

Dari tindakan para hamba itu, kita dapat melihat, seperti hamba yang mana, kita telah memperlakukan talenta yang dipercayakan Tuhan kepada kita? Apakah seperti hamba yang menerima lima dan dua talenta? Atau malahan seperti hamba yang menerima satu talenta, yang menyembunyikan satu-satunya talentanya itu, sehingga tidak membuahkan hasil?

Orang-orang yang mengembangkan talenta adalah mereka yang segera menggunakan akal budi, pikiran, tenaga dan waktu yang ada padanya untuk memperbesar dan mengembangkan anugerah yang diberikan Tuhan. Karena perumpamaan itu berkaitan dengan talenta sebagai mata uang pada zaman itu, maka tindakan mengembangkan talenta oleh penerima lima dan dua talenta digambarkan dengan menjalankan uang atau berdagang. Mereka tidak menyimpan talenta itu tetapi menjalankannya untuk memperoleh keuntungan atau laba.

Kata “segera” menggambarkan ukuran waktu, yaitu bahwa orang yang pandai mengembangkan talenta, tidak membuang-buang waktu tetapi segera bertindak. Mereka segera sadar bahwa waktu sangat penting dan menentukan. Mereka tahu bahwa tuannya akan meminta pertanggungjawaban talenta itu pada waktunya. Mereka bukan tipe manusia dengan sebutan “NATO” (No Action, Talk Only), terlalu banyak omong atau banyak pertimbangan tanpa melakukan tindakannya. Kita sudah menyaksikan bahwa banyak pelajar Indonesia, entah SMP atau SMU memperoleh medali emas dalam perlombaan pengetahuan Fisika, Biologi, atau Matematika di tingkat antar-bangsa atau tingkat internasional. Mereka benar-benar menyadari betapa bakat, pemberian Tuhan kepada mereka, harus segera dikembangkan. Akhirnya, begitu banyak laba dan keuntungan yang diperoleh baik bagi diri sendiri, keluarga maupun bagi bangsa Indonesia.

Tentang hal ini, Benjamin Franklin (1706-1790), mantan presiden Amerika Serika ke-24 mengingatkan, “Apakah Anda mencintai kehidupan? Jangan hamburkan WAKTU karena dari waktu itulah kehidupan dibuat”. Waktu itu sangat berharga bagi mereka yang mencintai kehidupan.

Saudara-saudari yang saya cintai,

Perumpamaan yang disampaikan Yesus kepada murid-muridNya, juga disampaikan kepada kita, agar kita semua menyadari pentingnya kesetiaan dan ke-segera-an untuk memelihara dan mengembangkan berkat atau talenta yang diberikan Tuhan kepada kita. Kesetiaan atau ke-segera-an untuk mengembangkan anugerah dari Tuhan, akan menghasilkan berkat yang lebih besar. Pada waktunya nanti, Tuhan akan meminta pertanggungjawaban dari kita masing-masing atas talenta atau bakat yang dipercayakan Tuhan kepada kita.
Pada dasarnya Tuhan menciptakan kita dengan bekal berbagai macam talenta, karena Dia tahu kesulitan-kesulitan yang bakal kita hadapi dalam menjalani hidup ini. Maka, jika hidup sesuai rencana Tuhan, tidak akan ada alasan untuk gagal. Sayangnya, banyak di antara kita yang “tidak mau” mengembangkan talenta yang sudah kita miliki. Misalnya: dengan mudah mengatakan, ‘Saya tidak bisa’ tanpa mengupayakannya. Atau “merasa puas” dengan satu posisi atau kebisaannya, padahal masih banyak kesempatan melakukan berbagai bidang pekerjaan. Dan, masih banyak contoh lain sikap-sikap kita yang kurang berupaya meng-eksplore talenta yang Tuhan karuniakan.

Untuk memahami talenta apa saja yang kita miliki adalah: selalu melakukan pekerjaan apa pun dengan kesungguhan hati, jangan menolak pekerjaan asalkan ada yang membimbingnya. Jangan tinggal di zona nyaman agar bisa selalu kreatif. Bergaul dengan berbagai kalangan agar “dapat melihat dunia”. Setelah kita merasa jenuh atau tidak mampu melakukan hal-hal itu, itu berarti kita tidak punya
talenta di bidang itu.


Lewat perumpamaan tentang talenta tadi, Tuhan Yesus menghendaki agar iman dan setiap talenta serta kesempatan yang diberikan Tuhan, kita pelihara dan kita kembangkan sesuai dengan kesanggupan kita. Kalau kita tekun dan setia dalam talenta dan berkat yang kecil, Tuhan akan mempercayakan kepada kita hal-hal yang lebih besar. Marilah kita dengan setia dan segera mengembangkan talenta kita, entah bakat menyanyi, bermain sepak bola, mengarang, menari dan lain sebagainya, agar berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan tentu bagi bangsa dan Gereja kita! Semoga Tuhan memberi berkat dan bimbingan kepada kita dalam mengembangkan talenta.

Amin.